Senin, 30 April 2012

MASALAH PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Hukum adalah suatu system yang sangat penting dalam pelaksanaan suatu kekuasaan atau pun kelembagaan. Dengan adanya hukum, suatu kelembagaan akan terdapat penjagaan-penjagaan yang dapat mengarahkan suatu kelembagaan ke arah yang baik. Hal ini dikarenakan suatu hukum apabila terdapat pelanggaran terhadap hukum tersebut, maka akan diberikan sanksi yang sesuai dengan hukum yang telah diberlakukan. Suatu Negara dapat berjalan dengan baik salah satunya adalah dikarenakan hukum yang baik pula. Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Disebut juga Negara hukum. Begitu pula di Indonesia. Indonesia adalah suatu Negara hukum yang menjunjung Negaranya untuk menjalankan hukum atas dasar hukum yang adil dan baik. Di Indonesia hukum telah tersusun dengan rapih dan terstruktur. Kalau sudah seperti itu, saya rasa Negara Indonesia hanya tinggal melaksanakannya dan menjalankannya dengan baik tanpa harus ada penyimpangan-penyimpangan yang dapat merapuhkan Negara kita sendiri. Akan tetapi apakah Negara Indonesia sampai saat ini telah menjadi Negara hukum yang sesungguhnya dalam arti telah menjalankan hukum atas dasar hukum yang adil dan baik? atau malah masih ada terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan hukum tersebut ? atau bahkan sering terjadi ? Putusan-putusan hakim terhadap bebagai kasus yang seharusnya adalah dapat mencerminkan ideologi hukum. Hal tersebut sangat penting bagi pendidikan hukum di Indonesia. Walaupun demikian itu merupakan hak daripada hakim dalam memutuskan perkara di setiap kasus persidangan, jadi kita harus hormati hal tersebut. Dan mungkin para hakim tersebut lebih mengetahui kasus apa yang sedang ditanganinya itu. Marilah kita lihat realita-realita penegakan hukum di Indonesia ini. Misalnya saja kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu kasus pencurian sandal jepit. Tersangka dalam kasus ini adalah seorang anak dibawah umur yang berusia 15 tahun berinisial AAL. AAL memang terancam (dan dituntut) hukuman 5 tahun penjara, itu sesuai dengan ketentutan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di negara kita. Pada pasal 362 “Barang siapa mengambil barang, yang semuanya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya dengan melawan hukum, di hukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun“. Setelah terjadi banyak perbincangan-perbincangan tentang kasus yang sangat menyayangkan dapat terjadi, barulah banyak respon yang muncul. Salah satunya adalah respon dari Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo berjanji bahwa kasus “sandal jepit” yang terjadi di Palu tidak akan terulang kembali. Hakim Pengadilan Negeri Palu memvonis terdakwa AAL (15) bersalah dalam kasus pencurian Sandal jepit milik seorang anggota kepolisian. Namun demikian, sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum, AAL tidak dijatuhkan hukuman kurungan penjara melainkan dikembalikan ke orang tua untuk mendapatkan pembinaan. Kasus-kasus seperti yang dialami AAL ini sebenarnya belakangan memang sering terjadi di Indonesia, sebut saja kasus pencurian Semangka di Kediri, kasus pencurian Randu di Batang, dan yang paling heboh kasus pencurian 3 buah kakao oleh seorang nenek di Banyumas. Dalam dunia hukum, kasus-kasus seperti ini masuk kategori “pidana ringan”. Pencurian, dalam peraturan apapun dan dimanapun adalah tindakan yang salah dan tidak dapat dibenarkan, bahkan dalam kasus sekecil apapun. Yang membedakan adalah besarnya tindakan pencurian yang dilakukan, yang nantinya akan mempengaruhi juga berat hukuman yang akan dijatuhkan kepadanya. Selain kasus-kasus tadi masih ingat kah Anda dengan tragedi “Tugu Tani” yang menewaskan 9 nyawa sekaligus. Tersangka dari kasus ini yang berinisial AS divonis 6 tahun penjara. Setelah melihat dari kasus “sandal jepit” dan kasus “Xenia maut” ada seseorang yang mengatakan, “Mencuri sepasang sandal jepit=vonis hukuman 5 thn penjara. Menghilangkan nyawa 9 org=vonis hukuman 5 thn penjara. Kesimpulannya adalah. . .nyawa 9 org = sepasang sandal jepit“ Selain itu kasus lain yang tak kalah menariknya adalah kisah dari para koruptor yang hidup dengan kemakmurannya dengan cara menyengsarakan rakyat. Salah satunya adalah seorang koruptor berinisia GT. Walaupun terdakwa telah ditempatkan ke dalam jeruji akan tetapi ia masih bisa berwisata ke Bali ataupun ke luar negeri yaitu ke Macau. Dan masih ingat kah dengan “ruang penjara elit” untuk kalanngan elit pula? Layak nya sebuah ruangan di dalam gedung atau perkantoran, yang berada di dalam kompleks rutan tersebut, seharusnya gedung untuk perkantoran petugas rutan, disulap menjadi ruang pribadi mewah yang dipakai beberapa narapidana semacam terpidana kasus suap Arthalyta Suryani dan terpidana seumur hidup kasus narkoba, Limarita. Fasilitas mewah yang ada di setiap ruangan keduanya adalah alat penyejuk ruangan, pesawat televisi layar datar merek terkenal, perlengkapan tata suara dan home theatre, lemari pendingin dan dispenser, serta telepon genggam merek Blackberry. Apakah ini yang di namakan “uang berbicara”? Dan apakan hukum di negeri ini semudah itu menjadi lunak?. Kalau sudah seperti itu Anda pun dapat menilainya sendiri sebenarnya apa yang telah melanda hukum di negeri tercinta kita ini. Link Sumber: http://khairunnisafathin.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar